businessadviceserviceblog.com – Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, mengungkapkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh disiplin fiskal pemerintah di tengah belanja yang terus meningkat. Belanja tersebut, menurutnya, lebih banyak dibiayai melalui utang, sementara minat asing terhadap obligasi negara mengalami penurunan.
Pada penutupan perdagangan Kamis sore, nilai tukar rupiah melemah sebesar 65 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.749 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menunjukkan pelemahan, mencapai Rp16.752 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.680 per dolar AS. Sebelumnya, kepemilikan asing pada obligasi negara sempat mendekati 40 persen, namun kini turun di bawah 20 persen. Hal ini memaksa Bank Indonesia untuk mengambil langkah dengan menyerap lebih banyak obligasi guna menutupi kekurangan pembiayaan.
Pelemahan ini diperkirakan dapat berisiko meningkatkan inflasi di Indonesia. Rully menjelaskan bahwa penerimaan pajak juga menunjukkan adanya penurunan, dengan rasio pajak di bawah 10 persen. Ia menekankan pentingnya akselerasi proses industrialisasi untuk meningkatkan pajak pendapatan dan pajak penggajian dari sektor industri.
Di sisi lain, pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang dianggap kurang mendukung pemangkasan suku bunga juga berkontribusi terhadap pelemahan rupiah. Powell menyebutkan bahwa kemungkinan penurunan suku bunga ke depan akan terbatas karena risiko inflasi, menambah ketidakpastian mengenai kebijakan suku bunga. Langkah-langkah ini menunjukkan kompleksitas yang dihadapi perekonomian Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar dan inflasi.