businessadviceserviceblog.com – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menggelar audiensi dengan Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan untuk membahas dampak keputusan penolakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap industri tekstil nasional. Sekretaris Jenderal APSyFI, Farhan Aqil, menyatakan bahwa penolakan BMAD dan meningkatnya impor ilegal dari China dapat menimbulkan risiko serius bagi industri tekstil dalam negeri.
Farhan mengungkapkan bahwa ketidakpastian iklim usaha akan menghambat minat investor asing. Ia mengisyaratkan bahwa seharusnya BMAD menjadi momentum untuk kebangkitan industri domestik, terutama karena banyak investor yang melihat potensi dalam mesin produksi. Namun, keputusan penolakan BMAD berpotensi mempengaruhi keputusan investasi yang diambil.
Data APSyFI menunjukkan lonjakan impor benang filamen mencapai 70 hingga 300 persen sejak 2017, suatu kondisi yang harus diwaspadai. Menurut Farhan, hal ini dapat memicu berbagai dampak sosial dan ekonomi, termasuk kredit macet, pemutusan hubungan kerja, serta menurunnya minat generasi muda terhadap sektor manufaktur. Ia juga menyatakan kekhawatiran bahwa situasi ini dapat mengarah pada deindustrialisasi di Indonesia.
Pemerintah sebelumnya memutuskan untuk tidak melanjutkan rekomendasi pengenaan BMAD atas impor benang filamen sintetis tertentu. Menurut Menteri Perdagangan, Budi Santoso, keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan kondisi menyeluruh industri tekstil nasional dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait. Keputusan ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pasokan benang filamen sintetis yang masih terbatas di pasar domestik.