businessadviceserviceblog.com – Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pungutan tahunan yang dikenakan kepada pemilik atau pengguna tanah dan bangunan, memberikan kontribusi penting bagi pendapatan daerah. PBB berperan vital dalam mendukung pembangunan dan pelayanan publik, di mana besaran pajak ditentukan berdasarkan nilai objek pajak, bukan kondisi pemiliknya.
PBB dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dikelola oleh pemerintah daerah; kedua, PBB Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3) yang dikelola oleh pemerintah pusat, yang berlaku pada lahan dan bangunan di sektor yang bersangkutan. Pembayaran PBB diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang direvisi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Subjek yang dikenakan PBB mencakup individu atau badan yang memiliki, menguasai, atau memanfaatkan tanah dan bangunan. Objek pajak mencakup tanah dan bangunan, seperti rumah tinggal dan gedung usaha, sementara objek yang tidak dikenakan pajak mencakup fasilitas umum seperti rumah ibadah dan sekolah.
Perhitungan PBB terbagi menjadi beberapa tahap. Besaran pajak dihitung dengan rumus PBB Terutang = (NJOP – NJOPTKP) × Tarif Pajak, di mana NJOP adalah nilai jual objek pajak yang ditetapkan pemerintah daerah, dan tarif pajak umumnya mencapai maksimal 0,5 persen.
Pembayaran PBB bisa dilakukan secara online melalui berbagai platform atau secara offline di minimarket dan kantor pajak. Masyarakat diimbau untuk membayar pajak tepat waktu demi mendukung pembangunan daerah dan menghindari sanksi keterlambatan. Pengumpulan pajak ini akan dialokasikan untuk proyek infrastruktur dan layanan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.